Pengamat energi, Kurtubi, memandang pemerintah harus menegakkan
aturan demi menjaga kekayaan tambang nasional. "Aturan harus
ditegakkan," sebut Kurtubi.
Ia
menyebutkan, kekayaan tambang nasional harus dijaga. Kekayaan tersebut
tidak boleh ditambang dengan cara yang tidak memerhatikan aturan
pemerintah. Penambangan kekayaan alam harus bisa memberikan kontribusi
ke negara. "Nggak boleh ditambang seenaknya sendiri tanpa memberikan kontribusi ke negara," ungkap Kurtubi.
Menurut
dia, para pengusaha mineral tidak bisa menggunakan statusnya sebagai
pengusaha skala menengah ataupun kecil untuk menentang aturan pemerintah
tersebut. Pasalnya, kata Kurtubi, hingga sekarang belum jelas, berapa
produksi mineral yang dihasilkan oleh para pengusaha pertambangan,
seperti batu bara.
"Hal yang paling dasar, berapa produksi batu bara, itu (Kementerian) ESDM tidak tahu; nggak
tahu berapa produksi setiap kabupaten. Ini betul-betul kacau. Jadi,
tidak boleh menggunakan status sebagai 'saya pengusaha kecil menengah',"
paparnya seraya menyebutkan, banyak pengusaha pertambangan di daerah
yang kaya raya.
Oleh sebab itu, ia setuju dengan keberadaan aturan
pemerintah, seperti pemberlakuan bea keluar untuk ekspor mineral
ataupun keberadaan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi sebelum
melakukan ekspor. "Jadi, semua berpangkal pada kontrak yang salah,"
pungkas Kurtubi.
Belakangan ini muncul nada protes terhadap aturan
pemerintah, yang bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah barang
mineral. Salah satu pihak yang melakukan protes adalah Solidaritas Para
Pekerja Tambang Nasional (Spartan). Presidium Spartan dari wilayah
Sulawesi Tenggara, Abdul Rahman, mengatakan, Peraturan Menteri Energi
dan Sumber Daya Mineral (Peraturan Menteri ESDM) Nomor 7 Tahun 2012
tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan
Permurnian Mineral berpotensi menimbulkan pemecatan hubungan kerja
lebih dari 4 juta pekerja tambang.
"Sudah hampir bisa dipastikan,
ribuan lebih perusahaan tambang akan berhenti beroperasi dan berproduksi
sehingga akan mem-PHK-kan lebih dari 4 juta pekerja tambang," sebut
Abdul, di Jakarta.
Ia menjelaskan, pekerja
terancam di-PHK karena perusahaan tidak bisa lagi mengekspor bahan
mentah sesuai Peraturan Menteri ESDM tersebut. Ketika perusahaan
dilarang ekspor, berarti perusahaan tidak bisa berproduksi. "Berarti
kami tidak bisa bekerja sehingga kami bisa di-PHK," sambungnya.
Ancaman
PHK tersebut bahkan sudah terealisasi di Sulawesi Tenggara. Ia
menyebutkan adanya 360 karyawan di satu perusahaan tambang setempat yang
sudah dirumahkan. "Bukan lagi ada ancaman, melainkan sudah ada karyawan
yang dirumahkan," tegasnya.
0 comments:
Post a Comment
Please comment and your comments are very useful for the development of this blog. Do not forget to comment ethics, and do not waste time trying to spam. Thank You!